Metode Penulisan Sejarah Sastra (MPSS)

Sastra Indonesia atau sastra nusantara dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1). Sastra lama: sastra Indonesia yang berada pada fase awal dan berinduk pada sastra Melayu atau yang dikenal dengan Sastra Melayu Klasik.

2). Sastra zaman peralihan: yaitu zaman Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi, puncaknya tahun 1900-an dengan menggunakan bahasa Jawi (bahasa Melayu yang mengunakan huruf Arab) contohnya adalah hikayat.

3). Sastra baru/modern: disebut sastra Indonesia sejak tahun 1908 menurut Nugroho Notosusanto, karena pada tahun 1908 kita sudah mengenal istilah nasional (artinya ada komitmen sebagai satu bangsa yang pucaknyapada 28 Oktober 1928). Ejaan berubah menggunakan bahasa Latin ( latinisasi- karena diterapkan oleh kolonial Belanda) Belanda kemudian melakukan standarisasi ejaan dan bahasa dengan memilah buku Melayu menjadi Melayu tinggi dan Melayu rendah. Kemudian yang dipakai adalah bahasa Melayu tinggi, lalu Belanda mendirikan Balai Pustaka.

Metode penelitian sejarah sastra:

1). Estetika resepsi dikemukakan oleh Hans Robert Jauss menyatakan bahwa penelitian sejarah sastra itu semestinya dilakukan melalui cara mendeteksi tanggapan-tanggapan yan pernah muncul dari pembaca terhadap karya sastra, dapat berupa essay, komentar, catatan-catatan terbatas/ lepas terhadap suatu karya. ii dianggap penting menurut Hans dalam konteks estetika resepsi dalam kekayaan budaya dan pengetahuan tertentu. Segala tulisan baik maupun buruk dianggap penting karena sebagai pertanda sejarah penulisan sejarah sastra tidak dalam kondisi kosog (pseudo sejarah) kerana ia terikat oleh suatu politik kebudayaan tertentu.

2). Perurutan atas periodisasi
a. Sinkronis: penelitian sejarah sastra pada satu periode misalnya, pada zaman Balai Pustaka.
b. Diakronis: penelitian sejarah sastra antar babak antar periode, diakronis minimal meneliti 2 periode/ zaman.


5 Maret 2015